Call Us : ( +62 ) 839 654 62666
Senin - Sabtu : 10.00 - 22.00
Kamis, 10 Mei 2018

Pemerekan

Pemerekan (bahasa Inggris: branding) adalah proses penciptaan atau peninggalan tanda jejak tertentu di benak dan hati konsumen melalui berbagai macam cara dan strategi komunikasi sehingga tercipta makna dan perasaan khusus yang memberikan dampak bagi kehidupan konsumen (Wijaya, 2011; 2012; 2013)[1]. Aktivitas pemerekan ataubranding merupakan implementasi dari strategi komunikasi merek dan merupakan bagian dari proses pengembangan (nilai) merek.
Pemerekan berasal dari kata dasar 'merek' (brand). American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai “a name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them, intended to identify the goods and services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors” (Kottler, 2000: 404)[2]. Hal ini senada dengan yang dikatakan Aaker bahwa merek adalah nama dan/ atau simbol yang sifatnya membedakan (berupa logo atau simbol, cap atau kemasan) untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual (Aaker, 1996)[3]. Merek merupakan frontliner sebuah produk, suatu tampilan awal yang memudahkan konsumen mengenali produk tersebut. Pada prinsipnya merek merupakan janji penjual atau produsen yang secara kontinyu membawa serangkaian kesatuan tampilan (performance), manfaat (benefit) dan layanan (service) kepada pembeli. Dalam perspektif komunikasi merek, Wijaya (2011; 2012; 2013) mendefinisikan merek sebagai tanda jejak yang tertinggal pada pikiran dan hati konsumen, yang menciptakan makna dan perasaan tertentu (brand is a mark left on the minds and hearts of consumers, which creates a specific sense of meaning and feeling)[1]. Dengan demikian, merek lebih dari sekadar logo, nama, simbol, merek dagang, atau sebutan yang melekat pada sebuah produk. Merek adalah sebuah janji (Morel, 2003)[4]. Merek merupakan sebuah hubungan (McNally & Speak, 2004)[5] –yakni hubungan yang melibatkan sejenis kepercayaan. Sebuah merek adalah jumlah dari suatu entitas, sebuah koneksi psikis yang menciptakan sebuah ikatan kesetiaan dengan seorang pembeli/ calon pembeli, dan hal tersebut meliputi nilai tambah yang dipersepsikan (Post, 2005)[6]. Nilson (1998)[7] menyebutkan sejumlah kriteria untuk menyebut merek bukan sekadar sebuah nama, di antaranya: merek tersebut harus memiliki nilai-nilai yang jelas, dapat diidentifikasi perbedaannya dengan merek lain, menarik, serta memiliki identitas yang menonjol.
Dalam perspektif komunikasi merek, proses pemerekan (branding) memiliki tingkatan-tingkatan tertentu yang sekaligus mengindikasikan sejauh mana perkembangan merek dalam hubungannya dengan kedekatan terhadap konsumen. Tingkatan ini disebut Hierarchy of Branding (Wijaya, 2011; 2012; 2013)[8], mulai dari brand awareness (kesadaran terhadap merek), brand knowledge (pengetahuan tentang merek), brand image (citra merek), brand experience (pengalaman terkait merek), brand loyalty (kesetiaan terhadap merek) hingga brand spirituality (dimensi spiritualitas terkait merek)[1].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SHARETHIS