PAPER
UNDANG UNDANG PERS KOMUNIKASI
Disusun Oleh:
Nama : Rimon Agustamas
Kelas : Paralel
Nim : 20160501049
Fakultas
Ilmu Komunikasi
Universitas
Esa Unggul
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kasih dan karuniaNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Paper Undang Undang Komunikasi Pers ini dengan baik.
Tugas ini saya susun berdasarkan materi yang sudah diberikan oleh Dosen serta dari sumber-sumber lain yang berhubungan dengan mata kuliah Hukum Etika Komunikasi
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Fajarina selaku Dosen mata kuliah Hukum dan Etika Komunikasi
2. Kepada orang tua yang senantiasa memberi dukungan semangat dan doa serta fasilitas.
3. Juga kepada teman-teman saya yang mendukung dan turut berperan serta dalam penyelesaian makalah ini.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat Terima kasih.
KATA
PENGANTAR.............................................................................
i
DAFTAR
ISI...........................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN .......................................................................4
BAB
II PEMBAHASAN.........................................................................6
A.Pembahasan..........................................................................................8
BAB
III PENUTUP.................................................................................14
A.
Kesimpulan .........................................................................................14
DAFTAR
PUSTAKA..............................................................................14
BAB
I
PENDAHULUAN
Di
tengah-tengah perubahan dinamika politik dunia yang menuntut demokratisasi,
keterbukaan, dan tanggung jawab sosial (dalam format Welfare State), sebuah
Negara harus menempatkan dan menjamin demokratisasi berpendapat dan mendapatkan
informasi. Lihat skema berikut:
Dilihat
dari karakteristiknya yang independen, posisi pers sebenarnya berakar dari
civil society (masyarakat sipil), akan tetapi pers mengklaim dirinya sebagai
anjing penjaga (watchdog) yang akan mengontrol ketiga poros atau trikotomi
dalam negara modern, yakni negara (state), kalangan pasar-kapitalis (market),
dan masyarakat sipil sendiri dimana pers berasal.
Dari
skema diatas, ditariklah sebuah urgensi yang melatar-belakangi pembentukan
undang-undang yang mengatur pers, bukan saja sebagai sesuatu yang membatasi
liberalisasi informasi, tetapi justru menjamin hak-hak masyarakat sipil dan
memberikan kontrol yang seimbang kepada Negara dan pasar:
1. Pers
merupakan pencerminan perjuangan bangsa Indonesia, sebagai bagian kenyataan
sejarah yang amat penting untuk membentuk landasan pendidikan dan pembebasan
bagi rakyat, sehingga harus dirumuskan dan dikodifikasikan dalam hukum positif
2. Pers
adalah alat perjuangan yang bersifat aktif dan kreatif
3. Memberikan
jaminan hukum kepada pers nasional agar dapat menjalankan fungsinya dengan
baik, melaksanakan kewajiban serta memanfaatkan hak-haknya
4. Mengakomodasi
dinamika jaman melalui konsensus dan kovenan-kovenan internasional, yang
menjunjung tinggi mekanisme keadilan melalui prinsip Negara hukum (rechtstaat)
yang berarti bahwa pers harus dijamin hak-haknya dan kewajibannya melalui
perundang-undangan
Sejarah
hukum pers Indonesia sesungguhnya dimulai ketika kita belum mengenal terma
“Indonesia” sebagai format atau embrio suatu nama Negara. Hukum pengaturan pers
telah dijalankan sejak jaman pendudukan Belanda sebagai penjajah, melalui kitab
undang-undang yang pada masa sekarang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Dilihat dari asal-muasal mengapa kegiatan pers diatur dalam KUHP,
tampak jelas bahwa pasal-pasal yang dimuat adalah pasal yang membatasi pers,
bertendensi kriminalisasi, demi stabilitas pemerintahan. Untuk itulah, dalam
perkembangannya, para sarjana menolak tegas pendapat bahwa relevansi KUHP untuk
mengadili delik pers masih berlaku, karena KUHP berlandaskan kebencian penguasa
kolonial atas kegiatan pers. Perundangan semacam ini sesungguhnya juga terjadi
di banyak Negara yang pernah dijajah. Di Amerika yang dijajah Inggris, dia
dikenal sebagai The law of Sedition. Di India yang di jajah Inggris dia dikenal
sebagai pasal 124a British Indian Penal Code. Di Indonesia yang dijajah
Belanda, dia dikenal sebagai “Hatzaai Artikelen”.
BAB
II
PEMBAHASAN
a) Apa
arti penting UU Pers dan Penyiaran dengan regulasi di bidang media massa yang
berlaku saat ini dibandingkan dengan regulasi media pada masa Orde Baru?
b) Apa
yang menjadi kelemahan UU Pers dan Penyiaran yang berlaku saat ini dan sejauh
mana UU tersebut menjamin kebebasan pers?
A). Pers
sebagai media informasi, komunikasi, pendidikan dan koreksi yang sangat cepat
penyebarannya. Pers dianggap dapat dengan cepat merubah karakter bangsa ini,
khususnya pikiran dan pandangan dari pemirsa televisi. Bahkan pers pada era
reformasi ini juga bertugas sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat
(watchdog function). Sedangkan media penyiaran terutama yang berciri
audio-visual sinematografis sangat rawan terhadap pelanggaran kaidah-kaidah
etika komunikasi dan hokum.
Maka
arti penting UU Pers dan Penyiaran di bidang media massa yang berlaku saat ini
(era demokratisasi) adalah :
•
sebagai rambu-rambu untuk mengawasi agar kegiatan pers dan penyiaran tetap pada
jalur yang sehat dan tidak menyimpang. Contohnya, kerapkali dengan maksud
menjungjung asa demokrasi, sering terjadi "ide-ide" yang
permunculannya acap kali melahirkan dampak yang merusak norma-norma dan etika.
Bahkan cenderung mengabaikan kaidah profesionalisme, termasuk bidang profesi
kewartawanan dan pers pada umumnya.
•
Untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap wartawan dan media massa yang
biasanya disebabkan oleh kebablasan pers yakni kurang profesionalnya jajaran
wartawannya, kekurangan yang paling utama adalah soal kemampuan memahami
permasalahan yang akan diberitakan dan teknis ketermapilan menuliskannya
•
Untuk tetap menghormati hak-hak para narasumber
•
Untuk mengontrol kualitas jurnalisme, karena seiring disahknannya UU No.40
tahun 1999 tentang kebebasan pers, hamper setiap bulannya lahir berpuluh-puluh
penerbitan pers baru, tapi banyak diantaranya yang tidak berkualitas.
Sedangkan
arti penting UU Pers dan Penyiaran di bidang media massa yang berlaku pada masa
Orde Baru adalah :
•
Pers memerankan diri sebagai corong atau teompet partai- partai politik besar.
Era inilah yang disebut era pers partisan. Dalam era ini pers Indonesia
terjebak dalam pole sekterian. Secara filosofis pers tidak lagi mengabdi kepada
kebenaran untuk rakyat, melainkan kepada kemenangan untuk pejabat partai.
•
merupakan eleman sosial yang ditunggangi dengan berbagai kepentingan sehingga
terjadi pergulatan antara berita yang jujur dan arogansi pemerintah.
•
media yang berorientasi bisnis dengan masuknaya kelompok profesional dalam
bisnis media
B). Melalui
UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya disebut dengan UU Pers) telah
menjadi tonggak dalam sejarah kemerdekaan pers di Indonesia bahwa kebebasan
pers juga merupakan prinsip dasar yang dijamin dalam UUD dan system kenegaraan
Republik Indonesia oleh karena itu hak jawab dan penyelesaian melalui lembaga
pers merupakan prinsip yang mengatur keseimbangan lembaga pers dan individu
atau kelompok. UU Pers ini lahir karena desakan masyarakat pers yang
menginginkan adanya jaminan kemerdekaan pers yang kuat melalui instrumen hukum.
Jaminan yang diinginkan oleh masyarakat pers-pun akhirnya didapat tetapi
menjadi satu-satunya UU yang tidak memiliki pengaturan lebih lanjut dalam
bentuk apapun dan menjadikan Dewan Pers menjadi organ/lembaga negara
independen.
Kelemahan
dan batasan penjaminan kebebasan pers dari UU Pers dan Penyiaran yang berlaku
saat ini adalah:
•
Jaminan kemerdekaan secara legal formal belum cukup menjamin anggota masyarakat
pers lepas dari segala bentuk tindak kekerasan dan juga berbagai tuntutan
hukum, baik pidana ataupun perdata, dari individu atau kelompok masyarakat yang
merasa dirugikan dengan adanya pemberitaan pers.
•
Tindakan hukum yang diambil terhadap pers yang menyimpang tidak boleh
membahayakan sendi-sendi demokrasi dan negara berdasarkan hukum oleh karena itu
proses pemidanaan terhadap pers tidak mengandung upaya penguatan pers bebas
malah membahayakan kehidupan pers bebas.
•
Diperlukan adanya improvisasi dalam menciptakan yurisprudensi agar perlindungan
hukum terhadap insan pers dan sekaligus juga menempatkan UU Pers sebagai lex
specialist karena diakui sendiri oleh Mahkamah Agung bahwa UU Pers belum mampu
memberikan perlindungan terhadap kemerdekaan pers terutama dalam hal adanya
delik pers karena tidak adanya ketentuan pidana dalam UU Pers dan diberlakukan
ketentuan KUHP.
•
UU Pers tidak memberikan kewenangan yang cukup kuat kepada Dewan Pers dalam hal
menangani sengketa pemberitaan. Sehingga memungkinkan para pihak yang tidak
puas dengan pemberitaan pers untuk menempuh upaya hukum melalui pengadilan. Selain
itu, dalam sengketa pemberitaan juga tidak diatur hukum acara dalam
penyelesaian sengketa di Dewan Pers.
3.
Pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Pers dan Penyiaran :
•
Pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Penyiaran :
Bab
II
Dasar,
Asas, Tujuan, dan Arah
Pasal
2
Penyiaran
diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal
3
Penyiaran
berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemanfaatan,
pemerataan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, kemadirian, kejuangan,
serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal
4
Penyiaran
bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap mental masyarakat Indonesia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membangun
masyarakat adil dan makmur.
Pasal
5
Penyiaran
mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan, dan
hiburan, yang memperkuat ideologi, politik, sosial budaya, serta pertahanan
keamanan.
Pasal
6
Penyiaran
diarahkan untuk :
Meningkatkan
kualitas sumber daya manusia;
Menyalurkan
pendapat umum yang konstruktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, serta meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan;
Meningkatkan
ketahanan budaya bangsa;
Meningkatkan
kemampuan perekonomian nasional untuk mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya
saing;
Meningkatkan
kesadaran hukum dan disiplin nasional;
Meningkatkan
stabilitas nasional yang mantap dan dinamis.
Pasal
38
Lembaga
penyiaran wajib memiliki hak siar untuk mata acara yang disiarkan.
Kepemilikan
hak siar harus dicantumkan secara jelas dalam penjelasan mata acara.
Setiap
mata acara siaran dilindungi berdasarkan Undang-Undang tentang Hak Cipta.
Pasal
40
Lembaga
Penyiaran Swasta dapat melaksanakan siaran berita.
Dalam
melaksanakan siaran berita, Lembaga Penyiaran Swasta harus memenuhi standar
berita dan menaati Kode Etik Siaran serta Kode Etik Jurnalistik.
Lembaga
Penyelenggara Siaran Khusus yang menyelenggarakan siaran berlangganan, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20, dilarang menyiarkan siaran berita yang dibuat sendiri.
Rumah
produksi sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4) dilarang memproduksi mata acara
untuk keperluan siaran berita, kecuali berita tertentu, seperti karangan khas
(feature), atau hal-hal yang menarik perhatian orang (human interest).
Ketentuan
lebih lanjut mengenai pelaksanaan siaran berita diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bab
V
Tata
Krama Siaran
Bagian
Pertama : Umum
Pasal
52
Penyelenggaraan
penyiaran wajib senantiasa berusaha agar pelaksanaan kegiatan penyiaran tidak
menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Siaran
wajib dilaksanakan dengan menggunakan bahasa, tutur kata, dan sopan santun
sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Bagian
Kedua : Kode Etik Siaran
Pasal
53
Penyelenggaraan
penyiaran wajib menghormati dan menjunjung tinggi Kode Etik Siaran yang disusun
dan ditetapkan oleh organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi
penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, sebagai dalam pelaksanaan
siaran.
Untuk
menjaga terlaksana dan dihormatinya Kode Etik Siaran sebagaimana dimaksud dalam
ayat 91), organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi penyiaran
membentuk Dewan Kehormatan Kode Etik Siaran.
Bagian
Ketiga : Wajib Ralat
Pasal
54
Lembaga
penyiaran wajib meralat isi siaran dan / atau berita, apabila diketahui
terdapat kekeliruan atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan / atau berita.
Ralat
atau pembetulan wajib dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 x 24 (satu
kali dua puluh empat) jam berikutnya, atau pada kesempatan pertama pada ruang
mata acara yang sama, dan dalam bentuk serta cara yang sama, dengan penyampaian
isi siaran dan / atau berita yang disanggah.
Ralat
atau pembentulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (20), tidak membebaskan
lembaga penyiaran dari tangung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh
pihak yang merasa dirugikan.
Ketentuan
lebih lanjut mengenai ralat atau pembetulan, diatur dengan keputusan Menteri.
•
Pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Pers :
Pasal
2
Kemerdekaan
pers, adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan
prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal
3
(1)
Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan,
dan kontrol sosial.
(2)
Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat
berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.
Pasal
4
(1)
Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2)
Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau
pelarangan
penyiaran.
(3)
Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh,
dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4)
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai
hak tolak.
Pasal
5
(1)
Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati
norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas
praduga
tak bersalah.
(2)
Pers wajib melayani hak jawab.
(3)
Pers wajib melayani hak koreksi.
Pasal
7
(1)
Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
(2)
Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal
8
Dalam
melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum.
Pasal
10
Perusahaan
pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers
dalam
bentuk kepemilikan saham dan/atau pembagian laba bersih serta bentuk
kesejahteraan
lainnya.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dengan
adanya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers, yang merupakan penyokong kekuatan dan pembatas kehidupan pers
Indonesia, harusnya mampu menjamin masyarakat dalam hal kebebasan mengemukakan
pendapat. Karena telah jelas didalamnya diterangkan bahwa peranan pers adalah
sebagai wakil dan media masyarakat dalam mengemukakan pendapat. Mulai dari
penyediaan informasi, pendidikan, memberikan pengetahuan, menampung aspirasi
masyarakat, sampai dengan memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA:
Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia. 2002. Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia 1945 dan Hasil Amandemen Tahun 2002. Solo:
Sendang Ilmu.
https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Pers
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/8463/siaran-pers-no-87hmkominfo122016-tentang-uu-revisi-ite-ditandatangani-presiden-dan-berlaku-mulai-25-november-2016/0/siaran_pers
https://jabar.kemenag.go.id/files/jabar/file/file/ProdukHukum/yaet1354606702.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar