Call Us : ( +62 ) 839 654 62666
Senin - Sabtu : 10.00 - 22.00
Selasa, 28 Maret 2017

PAPER UNDANG UNDANG PERS KOMUNIKASI

PAPER UNDANG UNDANG PERS KOMUNIKASI 
                                                                                                       


Disusun Oleh:
Nama : Rimon Agustamas
Kelas : Paralel
Nim : 20160501049

Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Esa Unggul
2017





KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kasih dan karuniaNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Paper Undang Undang Komunikasi Pers ini dengan baik.


Tugas ini saya susun berdasarkan materi yang sudah diberikan oleh Dosen serta dari sumber-sumber lain yang berhubungan dengan mata kuliah Hukum Etika Komunikasi
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Fajarina selaku Dosen mata kuliah Hukum dan Etika Komunikasi

2. Kepada orang tua yang senantiasa memberi dukungan semangat dan doa serta fasilitas.

3. Juga kepada teman-teman saya yang mendukung dan turut berperan serta dalam penyelesaian makalah ini.

Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat Terima kasih.











KATA PENGANTAR............................................................................. i
DAFTAR ISI...........................................................................................ii


BAB I  PENDAHULUAN .......................................................................4

BAB II  PEMBAHASAN.........................................................................6
A.Pembahasan..........................................................................................8

BAB III  PENUTUP.................................................................................14
A. Kesimpulan .........................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................14












BAB I
PENDAHULUAN

Di tengah-tengah perubahan dinamika politik dunia yang menuntut demokratisasi, keterbukaan, dan tanggung jawab sosial (dalam format Welfare State), sebuah Negara harus menempatkan dan menjamin demokratisasi berpendapat dan mendapatkan informasi. Lihat skema berikut:
Dilihat dari karakteristiknya yang independen, posisi pers sebenarnya berakar dari civil society (masyarakat sipil), akan tetapi pers mengklaim dirinya sebagai anjing penjaga (watchdog) yang akan mengontrol ketiga poros atau trikotomi dalam negara modern, yakni negara (state), kalangan pasar-kapitalis (market), dan masyarakat sipil sendiri dimana pers berasal.


Dari skema diatas, ditariklah sebuah urgensi yang melatar-belakangi pembentukan undang-undang yang mengatur pers, bukan saja sebagai sesuatu yang membatasi liberalisasi informasi, tetapi justru menjamin hak-hak masyarakat sipil dan memberikan kontrol yang seimbang kepada Negara dan pasar:


1.      Pers merupakan pencerminan perjuangan bangsa Indonesia, sebagai bagian kenyataan sejarah yang amat penting untuk membentuk landasan pendidikan dan pembebasan bagi rakyat, sehingga harus dirumuskan dan dikodifikasikan dalam hukum positif
2.      Pers adalah alat perjuangan yang bersifat aktif dan kreatif
3.      Memberikan jaminan hukum kepada pers nasional agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, melaksanakan kewajiban serta memanfaatkan hak-haknya
4.      Mengakomodasi dinamika jaman melalui konsensus dan kovenan-kovenan internasional, yang menjunjung tinggi mekanisme keadilan melalui prinsip Negara hukum (rechtstaat) yang berarti bahwa pers harus dijamin hak-haknya dan kewajibannya melalui perundang-undangan
Sejarah hukum pers Indonesia sesungguhnya dimulai ketika kita belum mengenal terma “Indonesia” sebagai format atau embrio suatu nama Negara. Hukum pengaturan pers telah dijalankan sejak jaman pendudukan Belanda sebagai penjajah, melalui kitab undang-undang yang pada masa sekarang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dilihat dari asal-muasal mengapa kegiatan pers diatur dalam KUHP, tampak jelas bahwa pasal-pasal yang dimuat adalah pasal yang membatasi pers, bertendensi kriminalisasi, demi stabilitas pemerintahan. Untuk itulah, dalam perkembangannya, para sarjana menolak tegas pendapat bahwa relevansi KUHP untuk mengadili delik pers masih berlaku, karena KUHP berlandaskan kebencian penguasa kolonial atas kegiatan pers. Perundangan semacam ini sesungguhnya juga terjadi di banyak Negara yang pernah dijajah. Di Amerika yang dijajah Inggris, dia dikenal sebagai The law of Sedition. Di India yang di jajah Inggris dia dikenal sebagai pasal 124a British Indian Penal Code. Di Indonesia yang dijajah Belanda, dia dikenal sebagai “Hatzaai Artikelen”.













BAB II
PEMBAHASAN
a)      Apa arti penting UU Pers dan Penyiaran dengan regulasi di bidang media massa yang berlaku saat ini dibandingkan dengan regulasi media pada masa Orde Baru?
b)      Apa yang menjadi kelemahan UU Pers dan Penyiaran yang berlaku saat ini dan sejauh mana UU tersebut menjamin kebebasan pers?

A). Pers sebagai media informasi, komunikasi, pendidikan dan koreksi yang sangat cepat penyebarannya. Pers dianggap dapat dengan cepat merubah karakter bangsa ini, khususnya pikiran dan pandangan dari pemirsa televisi. Bahkan pers pada era reformasi ini juga bertugas sebagai pengawas pemerintah dan masyarakat (watchdog function). Sedangkan media penyiaran terutama yang berciri audio-visual sinematografis sangat rawan terhadap pelanggaran kaidah-kaidah etika komunikasi dan hokum.
Maka arti penting UU Pers dan Penyiaran di bidang media massa yang berlaku saat ini (era demokratisasi) adalah :
• sebagai rambu-rambu untuk mengawasi agar kegiatan pers dan penyiaran tetap pada jalur yang sehat dan tidak menyimpang. Contohnya, kerapkali dengan maksud menjungjung asa demokrasi, sering terjadi "ide-ide" yang permunculannya acap kali melahirkan dampak yang merusak norma-norma dan etika. Bahkan cenderung mengabaikan kaidah profesionalisme, termasuk bidang profesi kewartawanan dan pers pada umumnya.

• Untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap wartawan dan media massa yang biasanya disebabkan oleh kebablasan pers yakni kurang profesionalnya jajaran wartawannya, kekurangan yang paling utama adalah soal kemampuan memahami permasalahan yang akan diberitakan dan teknis ketermapilan menuliskannya
• Untuk tetap menghormati hak-hak para narasumber
• Untuk mengontrol kualitas jurnalisme, karena seiring disahknannya UU No.40 tahun 1999 tentang kebebasan pers, hamper setiap bulannya lahir berpuluh-puluh penerbitan pers baru, tapi banyak diantaranya yang tidak berkualitas.


Sedangkan arti penting UU Pers dan Penyiaran di bidang media massa yang berlaku pada masa Orde Baru adalah :

• Pers memerankan diri sebagai corong atau teompet partai- partai politik besar. Era inilah yang disebut era pers partisan. Dalam era ini pers Indonesia terjebak dalam pole sekterian. Secara filosofis pers tidak lagi mengabdi kepada kebenaran untuk rakyat, melainkan kepada kemenangan untuk pejabat partai.

• merupakan eleman sosial yang ditunggangi dengan berbagai kepentingan sehingga terjadi pergulatan antara berita yang jujur dan arogansi pemerintah.

• media yang berorientasi bisnis dengan masuknaya kelompok profesional dalam bisnis media





B). Melalui UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers (selanjutnya disebut dengan UU Pers) telah menjadi tonggak dalam sejarah kemerdekaan pers di Indonesia bahwa kebebasan pers juga merupakan prinsip dasar yang dijamin dalam UUD dan system kenegaraan Republik Indonesia oleh karena itu hak jawab dan penyelesaian melalui lembaga pers merupakan prinsip yang mengatur keseimbangan lembaga pers dan individu atau kelompok. UU Pers ini lahir karena desakan masyarakat pers yang menginginkan adanya jaminan kemerdekaan pers yang kuat melalui instrumen hukum. Jaminan yang diinginkan oleh masyarakat pers-pun akhirnya didapat tetapi menjadi satu-satunya UU yang tidak memiliki pengaturan lebih lanjut dalam bentuk apapun dan menjadikan Dewan Pers menjadi organ/lembaga negara independen.

Kelemahan dan batasan penjaminan kebebasan pers dari UU Pers dan Penyiaran yang berlaku saat ini adalah:


• Jaminan kemerdekaan secara legal formal belum cukup menjamin anggota masyarakat pers lepas dari segala bentuk tindak kekerasan dan juga berbagai tuntutan hukum, baik pidana ataupun perdata, dari individu atau kelompok masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya pemberitaan pers.
• Tindakan hukum yang diambil terhadap pers yang menyimpang tidak boleh membahayakan sendi-sendi demokrasi dan negara berdasarkan hukum oleh karena itu proses pemidanaan terhadap pers tidak mengandung upaya penguatan pers bebas malah membahayakan kehidupan pers bebas.



• Diperlukan adanya improvisasi dalam menciptakan yurisprudensi agar perlindungan hukum terhadap insan pers dan sekaligus juga menempatkan UU Pers sebagai lex specialist karena diakui sendiri oleh Mahkamah Agung bahwa UU Pers belum mampu memberikan perlindungan terhadap kemerdekaan pers terutama dalam hal adanya delik pers karena tidak adanya ketentuan pidana dalam UU Pers dan diberlakukan ketentuan KUHP.
• UU Pers tidak memberikan kewenangan yang cukup kuat kepada Dewan Pers dalam hal menangani sengketa pemberitaan. Sehingga memungkinkan para pihak yang tidak puas dengan pemberitaan pers untuk menempuh upaya hukum melalui pengadilan. Selain itu, dalam sengketa pemberitaan juga tidak diatur hukum acara dalam penyelesaian sengketa di Dewan Pers.


3. Pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Pers dan Penyiaran :

• Pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Penyiaran :
Bab II
Dasar, Asas, Tujuan, dan Arah
Pasal 2
Penyiaran diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 3
Penyiaran berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemanfaatan, pemerataan, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, kemadirian, kejuangan, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.


Pasal 4
Penyiaran bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap mental masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan membangun masyarakat adil dan makmur.
Pasal 5
Penyiaran mempunyai fungsi sebagai media informasi dan penerangan, pendidikan, dan hiburan, yang memperkuat ideologi, politik, sosial budaya, serta pertahanan keamanan.
Pasal 6
Penyiaran diarahkan untuk :
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
Menyalurkan pendapat umum yang konstruktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pembangunan;
Meningkatkan ketahanan budaya bangsa;
Meningkatkan kemampuan perekonomian nasional untuk mewujudkan pemerataan dan memperkuat daya saing;
Meningkatkan kesadaran hukum dan disiplin nasional;
Meningkatkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamis.
Pasal 38
Lembaga penyiaran wajib memiliki hak siar untuk mata acara yang disiarkan.
Kepemilikan hak siar harus dicantumkan secara jelas dalam penjelasan mata acara.
Setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan Undang-Undang tentang Hak Cipta.
Pasal 40
Lembaga Penyiaran Swasta dapat melaksanakan siaran berita.
Dalam melaksanakan siaran berita, Lembaga Penyiaran Swasta harus memenuhi standar berita dan menaati Kode Etik Siaran serta Kode Etik Jurnalistik.
Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus yang menyelenggarakan siaran berlangganan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dilarang menyiarkan siaran berita yang dibuat sendiri.
Rumah produksi sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4) dilarang memproduksi mata acara untuk keperluan siaran berita, kecuali berita tertentu, seperti karangan khas (feature), atau hal-hal yang menarik perhatian orang (human interest).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan siaran berita diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bab V
Tata Krama Siaran
Bagian Pertama : Umum
Pasal 52
Penyelenggaraan penyiaran wajib senantiasa berusaha agar pelaksanaan kegiatan penyiaran tidak menimbulkan dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Siaran wajib dilaksanakan dengan menggunakan bahasa, tutur kata, dan sopan santun sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Bagian Kedua : Kode Etik Siaran
Pasal 53
Penyelenggaraan penyiaran wajib menghormati dan menjunjung tinggi Kode Etik Siaran yang disusun dan ditetapkan oleh organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, sebagai dalam pelaksanaan siaran.
Untuk menjaga terlaksana dan dihormatinya Kode Etik Siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat 91), organisasi lembaga penyiaran dan organisasi profesi penyiaran membentuk Dewan Kehormatan Kode Etik Siaran.
Bagian Ketiga : Wajib Ralat
Pasal 54
Lembaga penyiaran wajib meralat isi siaran dan / atau berita, apabila diketahui terdapat kekeliruan atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan / atau berita.
Ralat atau pembetulan wajib dilakukan dalam waktu selambat-lambatnya 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam berikutnya, atau pada kesempatan pertama pada ruang mata acara yang sama, dan dalam bentuk serta cara yang sama, dengan penyampaian isi siaran dan / atau berita yang disanggah.
Ralat atau pembentulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (20), tidak membebaskan lembaga penyiaran dari tangung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai ralat atau pembetulan, diatur dengan keputusan Menteri.
• Pasal-pasal penting dalam Undang-Undang Pers :
Pasal 2
Kemerdekaan pers, adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan
prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 3
(1) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,
hiburan, dan kontrol sosial.
(2) Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat
berfungsi sebagai lembaga ekonomi.

Pasal 4
(1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
(2) Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau
pelarangan penyiaran.
(3) Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,
memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
(4) Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai hak tolak.
Pasal 5
(1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas
praduga tak bersalah.
(2) Pers wajib melayani hak jawab.
(3) Pers wajib melayani hak koreksi.
Pasal 7
(1) Wartawan bebas memilih organisasi wartawan.
(2) Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik Jurnalistik.
Pasal 8
Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum.
Pasal 10
Perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers
dalam bentuk kepemilikan saham dan/atau pembagian laba bersih serta bentuk
kesejahteraan lainnya.
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
Dengan adanya Undang-Undang No. 40 Tahun  1999 tentang Pers, yang merupakan penyokong kekuatan dan pembatas kehidupan pers Indonesia, harusnya mampu menjamin masyarakat dalam hal kebebasan mengemukakan pendapat. Karena telah jelas didalamnya diterangkan bahwa peranan pers adalah sebagai wakil dan media masyarakat dalam mengemukakan pendapat. Mulai dari penyediaan informasi, pendidikan, memberikan pengetahuan, menampung aspirasi masyarakat, sampai dengan memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.


DAFTAR PUSTAKA:
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 dan Hasil Amandemen Tahun 2002. Solo: Sendang Ilmu.
https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Pers
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/8463/siaran-pers-no-87hmkominfo122016-tentang-uu-revisi-ite-ditandatangani-presiden-dan-berlaku-mulai-25-november-2016/0/siaran_pers

https://jabar.kemenag.go.id/files/jabar/file/file/ProdukHukum/yaet1354606702.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SHARETHIS