MAKALAH
UNDANG
UNDANG PERS KOMUNIKASI
Disusun Oleh:
KELOMPOK V
1.Friska Yocia
2.Anggoro Aryo Putro
3.Rimon Agustamas (20160501049)
Fakultas
Ilmu Komunikasi
Universitas
Esa Unggul
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kasih dan karuniaNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Undang Undang Komunikasi Pers ini dengan baik.
Puji dan syukur kehadirat Tuhan YME yang telah memberikan kasih dan karuniaNya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan Makalah Undang Undang Komunikasi Pers ini dengan baik.
Tugas ini saya susun berdasarkan materi yang sudah diberikan oleh Dosen serta dari sumber-sumber lain yang berhubungan dengan mata kuliah Hukum Etika Komunikasi
Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Fajarina selaku Dosen mata kuliah Hukum dan Etika Komunikasi
2. Kepada orang tua yang senantiasa memberi dukungan semangat dan doa serta fasilitas.
3. Juga kepada teman-teman saya yang mendukung dan turut berperan serta dalam penyelesaian makalah ini.
Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat Terima kasih.
KATA
PENGANTAR.................................................................................i
DAFTAR
ISI...............................................................................................ii
BAB
I PENDAHULUAN ..........................................................................4
1.1
Latar belakang .......................................................................................4
1.2
Rumusan masalah...................................................................................5
1.3
Tujuan penelitian ...................................................................................5
1.4
Manfaat penelitian .................................................................................5
BAB
II PEMBAHASAN.............................................................................6
2.1
Teori
Pers................................................................................................6
2.2
Peran dan Fungsi Pers...........................................................................12
2.3
Perkembangan Media/Pers....................................................................13
BAB
III PENUTUP....................................................................................18
A.
Kesimpulan ............................................................................................18
B.
Saran ......................................................................................................18
DAFTAR
PUSTAKA..................................................................................18
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Media
memiliki peranan penting sebagai katalisator dalam masyarakat (Lasswell, 1934),
bahkan teoretisi Marxis melihatmedia massa sebagai piranti yang sangat kuat (a
powerfull tool). Namun seiring dengan semakin beragamnya media dan semakin
berkembangnya masyarakat, kebenaran teori-teori tersebut menjadi diragukan.
Pers
No. 40 Tahun 1999 dan UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian ditetapkan untuk
menjamin kebebasan dan independensi media massa. Media massa yang terjamin
kebebasan dan independensinya pada gilirannya menguntungkan semuanya, baik
negara maupun masyarakat. Walaupun seringkali dianggap merugikan
kepentingan-kepentingan politik tertentu.
Media
massa dipandang punya kedudukan strategis dalam masyarakat. Secara konseptual,
keberadaan media massa dan masyarakat perlu dilihat secara bertimbal balik.
Untuk itu ada 2 pandangan yaitu apakah media massa membentuk (moulder) atau
mempengaruhi masyarakat, ataukah sebaliknya sebagai cermin (mirror) atau
dipengaruhi oleh realitas masyarakat.
Berdasarkan
uraian diataslah penulis menyusun karya tulis ini agar pembaca lebih memahami
arti dan peranan pers itu.
1.2.Rumusan
Masalah
1).Apa
Saja teori-teori tentang Pers?
2).Apakah
peran dan fungsi pers itu ?
3).Bagaimana
perkembangan Pers sebelum kemerdekaan sampai sekarang ?
1.3.Tujuan
Penulisan
Penulis
membuat karya ilmiah ini dengan tujuan untuk :
1).Memberitahukan
kepada pembaca mengenai teori pers dan memaparkan fungsi serta peranan pers
dari masa sebelum kemerdekaan hingga sekarang ini.
2).Dapat
mengajak pembaca untuk lebih memahami pers itu sendiri dan mampu menilai bagaimana perananan pers dari
kemerdekaan hingga sekarang.
3).Mengetahui,membuktikan
dan membahas Isi Undang Undang Pers Komunikasi
1.4.Manfaat
Penelitian
Penulis
membuat karya ilmiah ini dengan tujuan untuk :
1).Menambah
Wawasan Kepada pembaca
2).Pembaca
Mengetahui Isi Undang Undang Pers Komunikasi
3).Pembaca
Memahami Tentang Undang Undang Pers Komunikasi
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Teori
PERS
Pers
adalah lembaga sosial dan wadah untuk menjalankan fungsi komunikasi massa. Pers
setiap negara berbeda-berbeda, ada yang yang menjadi alat negara utuk mencapai
tujuan negara, ada juga yang menjadi alat kontrol negara. Semua itu tergantung
dari sistem politik yang dianut negara tersebut. Secara umum ada 4 teori pers
yang dianut oleh negara-negara di dunia. Empat teori pers itu adalah
otoritarian, libertarian, tanggung jawab sosial, dan komunis/soviet Russian.
Masing-masing teori punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
1. Otoritarian
Teori
pers otoritarian lahir bersamaan dengan ditemukannya mesin cetak modern di abad
16-17. Otoritarian banyak dipakai oleh negara-negara barat kala itu, seperti
Inggris, Perancis, dan negara eropa barat lainnya. Dalam sistem otoritarian,
Media massa/pers bukan sebagai alat control pemerintah tetapi sebagai instrumen
pendukung untuk mencapai tujuan-tujuan negara. Oleh karena itu, pers dalam
otoritarian harus mendukung setiap kebijakan negara, bukannya menghasut masyarakat
untuk melakukan pemberontakan. Teori ini tanpa disadari banyak digunakan oleh
negara-negara maju sekarang ini seperti Portugal, Cina, Spanyol dan banyak
negara di asia dan amerika selatan. Berarti untuk bisa sejajar dengan
negara-negara maju, sistem otoritarian cocok untuk digunakan.
Plato
yang merupakan salah satu dari pelopor teori otoritarian beranggapan bahwa
negara akan maju apabila dipimpin dan dipegang oleh orang-orang bijak, seperti
hakim. Karena apabila menggunakan sistem demokrasi atau musyawarah maka
perpecahan itu rentan terjadi, sehingga tujuan-tujuan negara itu susah dicapai
karena sulitnya menyatukan suara itu sendiri. Jadi, harus ada orang yang bijak
yang dijadikan pemimpin dalam membuat keputusan untuk kepentingan bersama
sehingga tujuan negara tercapai.
Kita
selalu didoktrin bahwa teori pers otoritarian ini adalah pengekangan terhadap
kebebasan pers. Tetapi, Pada dasarnya dalam teori pers otoritarian ini pers
bukan dikekang tetapi diawasi, dan bentuk pengawasannya itu dilakukan oleh
masyarakat, yang diwakili oleh lembaga yaitu pemerintah. Jadi, kita sebagai
masyarakat tidak perlu takut mengenai pers yang akan bertindak sebebas-bebasnya
dalam membuat pemberitaan dan berlaku kapitalis, karena kalau mereka melanggar
norma-norma di masyarakat maka sudah ada hukum dan aturan yang jelas yang
mengawasinya. Dan kemungkinan terjadi chaos dimasyarakat itu kecil, karena
penerapan hukum dinegara yang menganut sistem otoritarian ini sangat dijunjung
tinggi. Sehingga Keamanan dan kedaulatan negara akan terjamin.
Kita
selalu dihasut oleh negara Adidaya seperti Amerika Serikat bahwa pers yang
bebas membuktikan negara itu maju. Tetapi pada kenyataannya, banyak
masalah-masalah dan rahasia negara yang terbongkar keluar negeri karena persnya
yang terlalu bebas. Sebagai contoh, ketika Amerika Serikat perang dengan
Vietnam banyak rahasia-rahasia negara yang tersebar keluar, sehingga Amerika
kalah waktu itu dalam perang Vietnam. Itu hanya salah satu contoh dari buruknya
pers yang terlalu bebas.
Mungkin
saat ini banyak negara di dunia menganut sistem libertarian. Tetapi dalam
prakteknya mereka lebih cenderung memakai sistem otoritarian. Kenapa? Karena
mereka tahu kalau sistem libertarian ini sulit diterapkan di sebuah negara
apabila negara itu ingin menjadi negara maju. Karena setiap kebijakan negara
yang baru dirumuskan saja sudah diprotes oleh pers yang mengaku mewakili
masyarakat, karena menurut mereka itu tidak sesuai dengan kehendak rakyat.
Seolah-olah pers lebih ahli dalam membuat kebijakan negara. Makanya tidak dapat
dipungkiri lagi sistem otoritarian ini merupakan salah satu sistem yang layak
diterapkan apabila negara tersebut ingin menjadi negara yang maju.
2. Liberartarian
Filsafat
teori pers libertarian menganggap bahwa manusia mahluk rasional dan bisa
menentukan nasibnya sendiri. Sehingga apabila manusia itu dikekang dengan
aturan-aturan dan hukum yang ketat, maka manusia tidak akan bisa menjadi
manusia maju.
Teori
libertarian hadir karena melihat teori otoritarian sudah tidak cocok lagi
digunakan dan banyaknya negara yang hancur akibat menganut sistem otoritarian,
terutama pada akhir abad XIX. Dalam sistem otoritarian, negara terlalu
mengekang pers dan masyarakatnya. Sehingga muncul gejolak-gejolak pemberontakan
dari masyarakat untuk bebas dan tidak terikat lagi dengan aturan-aturan yang
ketat yang malah menyengsarakan mereka. Karena dalam sistem otoritarian ini,
masyarakat dijadikan alat untuk melenggangkan kekuasaan yang sudah ada.
Dalam
otoritarian, hak untuk memiliki media massa dikeluarkan atas izin pemerintah
melalui yang namanya hak “paten”. Hak paten ini bisa didapatkan apabila kita
memiliki kedekatan dengan penguasa atau pemerintah. Hal ini malah akan
menimbulkan yang namanya KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) karena hanya
kerabat dan anggota keluarga dari penguasa atau pemerintahlah yang bisa
memiliki media massa. Ini pernah terjadi di Indonesia ketika zaman orde baru,
dimana media massa banyak dimiliki oleh kerabat dan anggota keluarga
Soeharto/cendana. Seperti TPI yang dulu dimiliki oleh Siti Hardijanti Rukmana,
anak pertama Soeharto.
Sedangkan,
dalam libertarian semua orang berhak mendirikan media massa asalkan mereka
memiliki modal. Sehingga praktek KKN sulit dilakukan. Dan orang yang memiliki
kemampuan mencari untung yang kuatlah yang akan bertahan. Proses persaingan
yang kuat dan bersih inilah yang akan membuat negara menjadi maju. Karena semua
orang berusaha untuk menjadi terbaik dalam setiap usahanya.
Salah
satu yang sangat dijunjung tinggi dalam pers libertarian adalah HAM, terutama
mengenai kebebasan berpendapat. Masyarakat bebas mengungkapkan pendapatnya
terutama untuk kemajuan negara. Karena yang mengetahui masalah sebenarnya di
masyarakat adalah masyarkat itu sendiri, bukan pemerintah. Karena pemerintah
selama ini tidak pernah melihat permasalahan yang sebenarnya di masyarakat.
Pemerintah hanya bisa melihat permasalahan di masyarakat itu dari luarnya saja, dan asik dengan
kemewahan yang mereka dapatkan. Sedangkan masyarakat terus menderita dengan
sistem, aturan dan hukum yang mengekang mereka.
Hal
yang terpenting dalam sistem libertarian adalah kebebasan berpendapat. Ini
berkaitan dengan hak memperoleh pendidikan yang layak untuk masyarakat. Karena
dalam sistem otoritarian, selama ini masyarakat lebih banyak dibodohi oleh
pemerintahnya. Sehingga mereka tidak bisa mengungkapkan pendapatnya dan selalu
kalah dalam berargumen dengan pemerintah. Terbukti dari peran masyarakat yang
minim bahkan tidak ada dalam setiap membuat kebijakan-kebijakan negara. Kenapa
Amerika Serikat bisa sukses menjadi negara adidaya dengan demokrasi dan sistem
libertariannya? Karena mereka menyediakan pendidikan yang layak dan baik kepada
masyarakatnya. Sehingga masyarakatnya bisa turut dalam memberikan kontribusi
yang nyata dalam membuat kebijakan-kebijakan yang pro terhadap masyarakat.
Pendidikan
yang dimaksud disini, tidak hanya berupa pendidikan di sekolah saja. Tetapi
pendidikan dalam arti yang luas. Seperti informasi yang bisa didapatkan dimana
saja tanpa perlu melewati sistem penyensoran. Contohnya buku dan film. Lewat
buku dan film, masyarakat bisa memperoleh ilmu yang baik dan bermanfaat. Dan
demokrasi akan berjalan baik apabila masyarakatnya dilengkapi pula oleh
kemampuan demokrasi yang baik pula. Dan
kemampuan demokrasi yang baik itu bisa didapatkan lewat pendidikan yang baik.
3. Tanggung Jawab Sosial
Pada
dasarnya Tanggung jawab sosial hampir mirip dengan libertarian, dimana filsafat
dasar yang dianutnya adalah manusia adalah mahluk rasional dan memiliki akal.
Jadi setiap orang berhak menentukan nasibnya sendiri dan memiliki kebebasan
dalam berpendapat. Tetapi, kebebasan seperti apa? Apakah kebebasan untuk bisa
mencela orang lain? Kebebasan membuka rahasia negara kepada negara lain?
Kebebasan berekspresi hingga merugikan orang lain? Disinilah teori pers
tanggung jawab sosial hadir untuk melengkapi kekurangan yang ada dalam teori
libertarian.
Dalam
teori tanggung jawab sosial pers tetap mempunyai kebebasan dalam membuat berita
dan informasi kepada masyarakat. dan juga pers/media massa boleh dimiliki oleh
siapapun tanpa harus memperoleh izin berupa hak “paten” dari pemerintah. Tetapi
kebebasan pers itu tetap harus memperhatikan norma-norma yang berlaku di
masyarakat. jangan sampai pers malah membuat negara menjadi chaos dengan
pemberitaannya yang bisa menghasut kelompok-kelompok masyarakat. Pers harus
mempunyai rem sendiri untuk mengontrol dirinya sendiri dari dalam. Rem itu
berupa kode etik jurnalistik. Kode etik jurnalistik merupakan aturan-aturan
yang menjadi batasan-batasan pers dalam membuat berita. Sehingga pers bisa
bertanggung jawab kepada masyarakat dalam setiap pemberitaan yang mereka buat.
Pers tidak hanya membuat informasi yang menghibur dan mementingkan kepentingan
ekonominya saja, tetapi pers/media massa juga harus bisa mencerdaskan bangsa
dengan pemberitaan yang “baik”
Dalam
teori libertarian, masyarakat tidak bisa memprotes apabila ada pemberitaan atau
program acara yang merugikan masyarakat. karena dalam libertarian pers/media
massa dilindungi oleh tameng yang bernama “kebebasan berekspresi”. Tetapi,
dalam teori tanggung jawab sosial masyarakat mempunyai hak untuk memprotes
bahkan menghukum pers/media massa yang merugikan masyarakat. sebagai contoh di
Indonesia seperti sekarang ini. Masyarakat bisa memprotes atau menghukum media
massa yang membuat pemberitaan atau acara yang tidak baik. Protes itu bisa
dilakukan secara langsung dengan melayangkan surat protes kepada media massa
yang bersangkutan, atau dengan melapor kepada lembaga yang bersangkutan seperti
dewan pers dan KPI. Jadi, peran media, negara, dan masyarakat saling
berkesinambungan untuk kemajuan negara. Dalam hal ini teori tanggung jawab
sosial sudah beda satu tingkat diatas libertarian, karena medianya tidak hanya
memberikan hiburan dan informasi saja tapi juga turut mencerdaskan masyarakat.
seperti tulisan sebelumnya mengenai libertarian, Demokrasi akan berjalan baik
apabila masyarakatnya dilengkapi pula oleh kemampuan demokrasi yang baik pula.
Teori
tanggung jawab sosial berasumsi bahwa media massa khususnya tv terestrial dan radio
merupakan frekuensi milik public. Jadi, apabila media massa dijadikan kendaraan
politik suatu partai atau orang maka sudah melanggar aturan dan norma-norma
yang berlaku dimasyarakat. Seperti di Indonesia yang sudah mempunyai
undang-undang penyiarannya mengenai frekuensi public. Jadi, tanggung jawab
sosial menjadi fondasi utama dalam membentuk negara demokrasi yang baik.
4. Soviet komunis
Teori
pers soviet komunis hampir sama dengan otoritarian dimana pers dijadikan alat
untuk mencapai tujuan negara. Dalam membuat kebijakan negara ini, soviet
komunis tidak menggunakan sistem musyawarah karena hanya akan memperlambat
proses mencapai keputusan. Proses pembuatan keputusan cukup hanya dilakukan
oleh pemerintah saja, karena pemerintah merupakan perwakilan rakyat. Dalam
soviet komunis, rakyat merupakan kekuasaan tertinggi. Rakyat ini diwakilkan
oleh sebuah organisasi yang disebut dengan partai. Partai ini yang nantinya akan memimpin sebuah
negara, dimana negara itu merupakan wadah sementara untuk mencapai komunisme,
yaitu masyarakat tanpa kelas tanpa negara.
Teori
pers komunis merupakan pers yang bebas dari kapitalis. Mereka bebas
memberitakan informasi apa saja selama tidak merugikan masyarakat yang dalam
hal ini mengancam keamanan negara. Karena pada dasarnya pers itu memang harus
independen. Independen disini artinya memihak kepada rakyat, bukan kepada
pemilik. Perlu diingat lagi bahwa rakyat merupakan kekuasaan tertinggi di
negara yang menganut sistem komunis.
Dalam
soviet komunis ini kesejahteran rakyat sangat diperhatikan, khususnya kaum
proletar. Mereka sangat membenci kapitalisme dan imperialisme. Karena
kapitalisme dan imperialism yang merupakan hasil dari sistem libertarian hanya
bisa membuat rakyat sengsara. Mereka hanya mementingkan kaum pemilik modal
saja. Oleh karena itu soviet hadir agar memperjuangkan nasib rakyat terutama
kaum proletar agar bisa sejahtera, dan tujuan akhir mereka adalah masyarakat
tanpa kelas. Karena apabila masyarakat sudah dikelas-kelaskan akan menimbulkan
kecemburuan sosial dan chaosdimasyarakat. Dan ini akan menimbulkan perang yang
tiada akhir. Jadi, apabila negara ingin aman dan rakyat sejahtera maka soviet
komunis ini cocok untuk diterapkan, khususnya di negara-negara berkembang.
Jadi,
kesimpulan dari empat teori pers ini adalah, teori pers mana yang cocok
diterapkan di Indonesia? menurut saya, teori tanggung jawab sosial sangat cocok
diterapkan di Indonesia. kenapa? Karena kita sudah mempunyai fondasi yang kuat
dalam menerapkan teori ini seperti UUD yang mengatur mengenai kebebasan
berpendapat, UU pers dan penyiaran hingga lembaga negara seperti dewan pers dan
KPI.
Selain
itu tanggung jawab sosial cocok diterapkan di Indonesia karena masyarakat
Indonesia yang heterogen, terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama, dan
golongan. Sehingga peluang terjadinya perpecahan di masyarakat sangat besar.
Tanggung jawab sosial hadir untuk menengahi semua perbedaan yang ada di
masyarakat itu. sehingga demokrasi yang dipakai Indonesia ini bisa berjalan
baik. Dan semua aspirasi masyarakat dari berbagai macam lapisan bisa
tersalurkan lewat pers tanggung jawab sosial. Karena pers dalam tanggung jawab
sosial selain sebagai alat control negara juga sebagai medium aspirasi dari
rakyat kepada pemerintah maupun sebaliknya sebagai alat penyampai kebijakan
dari pemerintah kepada rakyat.
Tapi
melihat realita pers di Indonesia saat ini, sistem pers apakah yang dipakai
Indonesia saat ini? Jawabannya mungkin lebih tepat menggunakan sistem atau
teori pers kuasa dan modal (diluar empat teori pers dunia). Dimana ada kuasa
dan modal, pers bisa digunakan semaunya oleh si pemilik kuasa dan modal itu. Negara
dan rakyat tidak bisa mengganggu gugat atas kepemilikan si empunya pers itu.
ya, itulah pers Indonesia sekarang.
2.2.Peran
dan Fungsi PERS
Fungsi
dan peranan pers Berdasarkan ketentuan pasal 33 UU No. 40 tahun 1999 tentang
pers, fungi pers ialah sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol
sosial. Sementara Pasal 6 UU Pers menegaskan bahwa pers nasional melaksanakan
peranan sebagai berikut: memenuhi hak masyarakat untuk mengetahuimenegakkkan
nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak
asasi manusia, serta menghormati kebhinekaanmengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benarmelakukan pengawasan,
kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan
umummemperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Berdasarkan
fungsi dan peranan pers yang demikian, lembaga pers sering disebut sebagai
pilar keempat demokrasi ( the fourth estate) setelah lembaga legislatif,
eksekutif, dan yudikatif , serta pembentuk opini publik yang paling potensial
dan efektif. Fungsi peranan pers itu baru dapat dijalankan secra optimal
apabila terdapat jaminan kebebasan pers dari pemerintah. Menurut tokoh pers,
jakob oetama, kebebasan pers menjadi syarat mutlak agar pers secara optimal
dapat melakukan pernannya. Sulit dibayangkan bagaiman peranan pers tersebut
dapat dijalankan apabila tidak ada jaminan terhadap kebebasan pers. Pemerintah
orde baru di Indonesia sebagai rezim pemerintahn yang sangat membatasi
kebebasan pers . ha l ini terlihat, dengan keluarnya Peraturna Menteri
Penerangan No. 1 tahun 1984 tentang Surat Izn Usaha penerbitan Pers (SIUPP),
yang dalam praktiknya ternyata menjadi senjata ampuh untuk mengontrol isi
redaksional pers dan pembredelan.
2.3.Perkembangan
Media/Pers dari Sebelum Kemerdekaan Sampai Sekarang
1. Masa Penjajahan Belanda
Pada
tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619
menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang
ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar”
pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688,
tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi
pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor
perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan
Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar
yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa.
Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.
Tujuan
pendirian pers masa itu :
· Untuk menegakkan penjajahan
· Menentang pergerakan rakyat
· Melancarkan perdagangan
2. Masa Pendudukan Jepang
Pada
masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri
sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan
dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa
yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan
demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar
dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
3. Awal Kemerdekaan (1942-1945)
Pers
di awal kemerdekaan dimulai pada saat jaman jepang. Dengan munculnya ide bahwa
beberapa surat kabar sunda bersatu untuk menerbitkan surat kabar baru Tjahaja
(Otista), beberapa surat kabar di Sumatera dimatikan dan dibuat di Padang Nippo
(melayu), dan Sumatera Shimbun (Jepang-Kanji). Dalam kegiatan penting mengenai
kenegaraan dan kebangsaan Indonesia, sejak persiapan sampai pencetusan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, sejumlah wartawan pejuang dan pejuang
wartawan turut aktif terlibat di dalamnya. Di samping Soekarno, dan Hatta,
tercatat antara lain Sukardjo Wirjopranoto, Iwa Kusumasumantri, Ki Hajar
Dewantara, Otto Iskandar Dinata, G.S.S Ratulangi, Adam Malik, BM Diah, Sjuti
Melik, Sutan Sjahrir, dan lain-lain.
Penyebarluasan
tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan oleh
wartawan-wartawan Indonesia di Domei, di bawah pimpinan Adam Malik. Berkat
usaha wartawan-wartawan di Domei serta penyiar-penyiar di radio, maka praktisi
pada bulan September 19945 seluruh wilayah Indonesia dan dunia luar dapat
mengetahui tentang Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
RRI
(Radio Republik Indonesia) terbentuk pada tanggal 11 September 1945 atas
prakasa Maladi. Dalam usahanya itu Maladi mendapat bantuan dari rekan-rekan
wartawan lainnya, seperti Jusuf Ronodipuro, Alamsjah, Kadarusman, dan
Surjodipuro. Pada saat berdirinya, RRI langsung memiliki delapan cabang
pertamanya, yaitu di Jakarta, Bandung, Purwokerto, Yogyakarta, Surakarta, dan
Surabaya.
4. Setelah Indonesia Merdeka (1945-1959)
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan RI
Pada
masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers Indonesia menjadi
salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa Indonesia sekaligus
penggerak pembangunan bangsa. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan
Bung Karno, terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,
termasuk pers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.
Setelah
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Sumatera dan sekitarnya, usaha
penyebarluasan berita dilakukan mula-mula berupa pamflet-pamflet, stensilan,
sampai akhirnya dicetak, dan disebar ke daerah-daerah yang terpencil. Di
Sulawesi dan sekitarnya, kalangan pers selalu mendapat tekanan-tekanan, seperti
yang dialami Manai Sophiaan yang mendirikan surat kabar Soeara Indonesia di
Ujung Pandang.
Pada
bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat, yang ditandai oleh
mulai beredarnya koranSoeara Merdeka(Bandung),Berita Indonesia (Jakarta),
Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia,da nThe Voice
of Free Indonesia.
Kalangan
pers membutuhkan wadah guna mempersatukan pendapat dan aspirasi mereka. Hal
tersebut terwujud pada tanggal 8-9 Februari 1946, dengan terbentuknya Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) di Solo atau Surakarta.
Setelah
Agresi Militer
Setelah
agresi militer Belanda 1 pada tanggal 21 Juli 1947, keadaan pers republik
bertambah berat dan sulit. Kegiatan penerbitan dan penyiaran waktu itu
mengalami pengekangan dan penekanan yang berat, karena pihak penguasa Belanda
bisa secara tiba-tiba langsung menyerbu ke kantor redaksi atau percetakan surat
kabat yang bersangkutan, sekaligus menangkap pemimpin redaksi maupun wartawan
surat kabar tersebut.
Keadaan
Republik Indonesia bertambah suram lagi sewaktu pada tanggal 19 Desember 1948
karena pada masa ini jumlah wartawan sedikit, umumnya para wartawan tersebut
ditangkap dan dipenjarakan sebagai tahanan politik. Para wartawan yang berhasil
lolos ada yang keluar kota dan ada juga yang ikut bergerilya bersama TNI di
pedalaman dan di desa-desa terpencil. Meski begitu, mereka tetap mengusahakan
penerbitan berupa stensilan.
5. Tahun 1950± 1960-an
Masa
ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa demokrasi liberal. Pada
masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik dalam rangka memperkuat
sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu merupakan alat propaganda
dari Par-Pol. Beberapa partai politik memiliki media/koran sebagai corong
partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers partisipan.
6. Tahun 1970 -an
Orde
baru mulai berkuasa pada awal tahun 1970-an. Pada masa itu, pers mengalami
depolitisasi dan komersialisasi pers. Pada tahun 1973, Pemerintah Orde Baru
mengeluarkan peraturan yang memaksa penggabungan partai-partai politik menjadi
tiga partai, yaitu Golkar, PDI, danPP P. Peraturan tersebut menghentikan
hubungan partai-partai politik dan organisasi massa terhadap pers sehingga pers
tidak lagi mendapat dana dari partai politik.
7. Tahun 1980 -an
Pada
tahun 1980-an banyak Media Massa Cetak yang menyesuaikan kebijakannya pada
sistem politik yang berlaku (Hermawan Sulistyo, dalam Maswadi Rauf 1993). Surat
kabar bukan hanya dipahami sebagai saluran kegiatan politik, namun juga sebagai
saluran kegiatan ekonomi, budaya, sosial, dan sebagainya. Ukuran ekonomi tampak
dari penerbitan pers yang melihat hal ini sebagai lapangan bisnis.
Pada
tahun 1982, Departemen Penerangan mengeluarkan Peraturan Menteri Penerangan No.
1 Tahun 1984 tentang Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP). Dengan adanya
SIUPP, sebuah penerbitan pers yang izin penerbitannya dicabut oleh Departemen
Penerangan akan langsung ditutup oleh pemerintah. Oleh karena itu, pers sangat
mudah ditutup dan dibekukan kegiatannya. Pers yang mengkritik pembangunan
dianggap sebagai pers yang berani melawan pemerintah. Pers seperti ini dapat
ditutup dengan cara dicabut SIUPP-nya.
Maksudnya,
pada tahun 1990-an sebelum gerakan reformasi dan jatuhnya Soeharto, pers di
Indonesia mulai menentang pemerinah dengan memuat artikel- artikel yang kritis
terhadap tokoh dan kebijakan Orde Baru. Pada tahun 1994, ada tiga majalah
mingguan yang ditutup, yaitu Tempo,DeT IK, dan Editor.
8. Masa Reformasi (1998/1999) ± sekarang
Tumbuhnya
pers pada masa reformasi merupakan hal yang menguntungkan bagi masyarakat.
Kehadiran pers saat ini dianggap sudah mampu mengisi kekosongan ruang publik
yang menjadi celah antara penguasa dan rakyat. Dalam kerangka ini, pers telah
memainkan peran sentral dengan memasok dan menyebarluaskan informasi yang
diperluaskan untuk penentuan sikap, dan memfasilitasi pembentukan opini publik
dalam rangka mencapai konsensus bersama atau mengontrol kekuasaan penyelenggara
negara.
Peran
inilah yang selama ini telah dimainkan dengan baik oleh pers Indonesia.
Setidaknya, antusias responden terhadap peran pers dalam mendorong pembentukan
opini publik yang berkaitan dengan persoalan-persoalan bangsa selama ini
mencerminkan keberhasilan tersebut.
Pada
masa reformasi, pers Indonesia menikmati kebebasan pers. Pada masa ini
terbentuk UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Era reformasi ditandai dengan
terbukanya keran kebebasan informasi. Di dunia pers, kebebasan itu ditunjukkan
dengan dipermudahnya pengurusan SIUPP. Sebelum tahun 1998, proses untuk
memperoleh SIUPP melibatkan 16 tahap, tetapi dengan instalasi Kabinet BJ.
Habibie
proses tersebut melibatkan 3 tahap saja. Berdasarkan perkembangan pers
tersebut, dapat diketahui bahwa pers di Indonesia senantiasa berkembang dan
berubah sejalan dengan tuntutan perkembangan zaman.
Pers
di Indonesia telah mengalami beberapa perubahan identitas. Adapun perubahan-
perubahan tersebut adalah :
· Tahun 1945-an, pers di Indonesia
dimulai sebagai pers perjuangan.
· Tahun 1950-an dan tahun 1960-an
menjadi pers partisan yang mempunyai tujuan
· sama dengan partai-partai politik yang
mendanainya.
· Tahun 1970-an dan tahun 1980-an
menjadi periode pers komersial, dengan
· pencarian dana masyarakat serta jumlah
pembaca yang tinggi.
· Awal tahun 1990-an, pers memulai
proses repolitisasi.
· Awal reformasi 1999, lahir pers bebas
di bawah kebijakan pemerintahan BJ.
· Habibie, yang kemudian diteruskan
pemerintahan Abdurrahman Wahid dan
· Megawati Soekarnoputri, hingga
sekarang ini.
BAB
III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Dengan
adanya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999
tentang Pers, yang merupakan penyokong kekuatan dan pembatas kehidupan pers
Indonesia, harusnya mampu menjamin masyarakat dalam hal kebebasan mengemukakan
pendapat. Karena telah jelas didalamnya diterangkan bahwa peranan pers adalah
sebagai wakil dan media masyarakat dalam mengemukakan pendapat. Mulai dari
penyediaan informasi, pendidikan, memberikan pengetahuan, menampung aspirasi
masyarakat, sampai dengan memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan rakyat.
3.2.Saran
Setelah
mengetahui arti dan peranan pers di Indonesia, penulis mengharapkan bahwa
hendaknya kita sebagai bangsa Indonesia meyakini bahwa keberadaan pers sangat
dibutuhkan dalam memperoleh suatu informasi, akan tetapi kita juga harus lebih
pandai dalam memilah informasi yang disampaikan oleh media.
Daftar
Pustaka:
Abrar,
Ana Nadya. 2011. Analisis Pers. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.
Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2002. Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia
1945 dan Hasil Amandemen Tahun 2002. Solo: Sendang Ilmu.
HOP
Itjen Dep. Kimpraswil. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. 1999.
Jakarta: Sekretariat Kabinet RI.
https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Pers
https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/8463/siaran-pers-no-87hmkominfo122016-tentang-uu-revisi-ite-ditandatangani-presiden-dan-berlaku-mulai-25-november-2016/0/siaran_pers
Tidak ada komentar:
Posting Komentar